BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menjalankan bisnis sebagian orang
berpendapat bahwa seorang pebisnis tidak perlu mengindahkan aturan-aturan,
norma-norma dan nilai moral yang berlaku dalam bisnis, karena bisnis merupakan
suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus memfokuskan diri untuk berusaha
dengan berbagai macam cara dan upaya agar bisa menang dalam persaingan bisnis
yang ketat. Banyak lembaga bisnis yang menggunakan segala cara untuk menangkap
persaingan. Dalam dunia bisnis terdapat aturan-aturan yang penuh dengan
persaingan dan tentunya aturan-aturan tersebut berbeda dengan aturan moral dan
sosial yang biasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Regulasi-regulasi hukum berfungsi untuk mengatur
perkembangan suatu usaha atau bisnis agar tercipta hubungan yang harmonis antar
sesama pelaku bisnis, pelaku bisnis dengan pemerintah serta yang utama adalah
pelaku bisnis dengan konsumennya sendiri. Selain regulasi-regulasi hukum, juga
muncul suatu aturan tidak baku yang disebut etika bisnis, sifatnya bahkan lebih
luas dari ketentuan yang diatur hukum. Biasanya seorang pebisnis yang ingin
mematuhi atau menerapkan aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang
tidak menguntungkan. Apabila persaingan ini tidak diatur oleh hukum, maka
mayoritas yang terkena imbas negatifnya tak lain dan tak bukan adalah konsumen.
Kepatuhan atau ketaatan terhadap etika
bisnis atau etika usaha akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan bukan hanya
di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara lain termasuk di negara-negara
maju. Perhatian mengenai masalah ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya
dunia usaha kita sebagai hasil pembangunan selama ini. Kegiatan bisnis yang
semakin pesat baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan
baru, yaitu adanya tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga
menjadi tuntutan kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Ekonomi globalpun
menuntut pula praktik bisnis yang etis.
Perilaku etika dalam bisnis merupakan
sesuatu yang sangat penting, karena beberapa perusahaan dapat berhasil
memajukan dan mengembangkan perusahaannya dengan memegang teguh kode etis dan
komitmen moral tertentu. Bisnis merupakan aktivitas yang penting dari
masyarakat, sehingga norma dan nilai moral yang dianggap baik dan berlaku
dimasyarakat dibawa dan diterapkan kedalam kegiatan bisnis. Sebuah perusahaan
yang unggul sebaiknya tidak hanya tergantung pada kinerja yang baik. Pengaturan
maneherial dan financial yang baik, keunggulan teknologi yang dimiliki, sarana
sarana dan prasarana yang dimiliki melainkan juga harus didasari dengan etis
dan etos bisnis yang baik.
Dengan memerhatikan etos dan etis bisnis
yang baik maka kepercayaan konsumen terhadap perusahaan tetap terjaga. Hal ini
tentunya membantu perusahaan dalam menciptakan citra bisnis yang baik.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada didatas,
dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
itu etika ?
2. Bagaimana
perilaku etika dalam bisnis ?
3. Bagaimana
moral dan etika dalam bisnis ?
1 .3 Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui apa itu etika
2. Untuk
mengetahui perilaku etika dalam bisnis
3. Untuk
mengetahui moral dan etika dalam bisnis
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan paper ini adalah agar
para pembaca memiliki dan mengerti tentang pentingnya menjaga perilaku etika
dalam bisnis, memahami tentang moral-moral dan etika-etika dalam bisnis serta
peran etika bisnis sehingga dapat mengaplikasinnya dalam kegiatan bisnis yang
real dimasyarakat pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Menurut asal usul kata, Etika berasal
dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik.
Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya
Menurut kamus besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika adalah Ilmu tentang apa yang
baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Menurut Maryani & Ludigdo (2001)
“Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut
oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Etika disebut juga filsafat moral adalah
cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus
bertindak.
Tindakan manusia ini ditentukan oleh
bermacam-macam norma. Norma dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma
moral dan norma sopan santun.
·
Norma hukum berasal dari hukum dan
perundang-undangan.
·
Norma agama berasal dari agama.
·
Norma moral berasal dari suara batin.
·
Norma sopan santun berasal dari
kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.
2.2 Fungsi Etika
·
Sarana untuk memperoleh orientasi kritis
dengan berbagai moralitas yang membingungkan.
·
Etika ingin menampilkan keterampilan
intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
·
Orientasi etis ini diperlukan dalam
mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralism.
2.3 Etika dan Etiket
Etika berarti moral sedangkan etiket
berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan
etiquette.
Persamaan
antara etika dengan etiket yaitu:
·
Etika dan etiket menyangkut perilaku
manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang
karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
·
Kedua-duanya mengatur perilaku manusia
secara normative, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan
demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering
dicampuradukkan.
Perbedaan
antara etika dengan etiket ialah:
·
Etiket menyangkut cara melakukan
perbuatan manusia.
Etiket
menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam
sebuah kalangan tertentu. Misalnya saat akan masuk ke rumah, etiketnya ialah
harus mengucapkan salam dan mengetuk pintu terlebih dahulu.
Di
Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar
dianggap melanggar etiket. Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah
perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut
masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
·
Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Bila
tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku.
Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas kursi dianggap
melanggar etiket dila dilakukan bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri
maka hal tersebut tidak melanggar etiket. Etika selalu berlaku walaupun tidak
ada orang lain. Saat meminjam barang, barang yang dipinjam harus dikembalikan
walaupun pemiliknya sudah lupa.
·
Etiket bersifat relatif.
Yang
dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam
kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika
jauh lebih absolut. Perintah seperti ;jangan berbohong, jangan membunuh, jangan
mencuri merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
·
Etiket hanya memadang manusia dari segi
lahirian saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam.
Misalnya
seorang penipu yang tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang
dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada
etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia bersikap munafik maka dia
tidak bersikap etis.
2.4 Perilaku Etika dalam Bisnis
Etika dan integritas merupakan suatu
keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim,
merupakan kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang,
kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan. Kompetisi inilah
yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa
mereka yang berhasil adalah mereka yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya.
Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia
yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga
lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat
merenungkan, dan membayangkan bahwa kita ditantang untuk terjun ke arena baru
yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama
sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah
yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun
2000, sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang
bermoral dan beretika, yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri,
pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep
pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam
dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin
jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam
menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat diatasi.
2.5 Moral Dan Ektika Dalam Dunia Bisnis
1. Moral
Dalam Dunia Bisnis
Berdasarkan pada pertemuan para pemimpin
APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia
Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita
batas dunia akan semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas
membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan
kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan
kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara
mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, para pelaku
bisnis jelas akan semakin berpacu dengan waktu agar terwujud suatu tatanan
perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah
harapan pemimpin APEC tersebut dapat terwujud, manakala masih ada bisnis yang dihinggapi
kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang
berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada
tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis
yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling
membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Berbicara
tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya,
artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran
serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri.
Setiap agama mengajarkan pada umatnya
untuk memiliki moral yang terpuji, baik itu dalam kegiatan mendapatkan
keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan
suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak.
Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan
konsekwen, maka kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan
satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling
menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar
terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada
konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan? Isu yang mencuat
adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia
bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern
yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal
33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah
terwujud.
Moral akan lahir dari orang yang
memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang
dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang
yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam
melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan
bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh
pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan
ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Etika
Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang
mendorong orang untuk melakukan kebaikan maka etika bertindak sebagai
rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota
suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika
(patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan
serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu
kelompok masyarakat akan membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu
tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam
kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Dalam dunia bisnis, untuk mewujudkan
etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak,
baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya
satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa
yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan
menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh
kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk
menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian
antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global
yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam
perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
·
Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak
yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain serta menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan
menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan
kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
·
Pengembangan tanggung jawab sosial
(social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang"
dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada
tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi
perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
·
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti
perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak
kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
·
Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu
untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak
mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara
pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
·
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan
keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan
keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal
mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun
saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
·
Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu
menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang
dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam
dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
·
Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang
tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak
bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari
"koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang
salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan
"komisi" kepada pihak yang terkait.
·
Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang
"kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha
kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang
bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah
waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan
berkiprah dalam dunia bisnis.
·
Konsekuen dan konsisten dengan aturan
main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah
ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen
dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis
telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri
maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi
kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur"
satu semi satu.
·
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua
pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
·
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang
dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum
dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha
lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang
ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin
pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam
dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin
jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam
menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
2.6 Dunia Bisnis
Perubahan perdagangan dunia menuntut
segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Dalam
bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan
tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau
sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah
menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia
bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari
semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan
kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan
kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap
etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat
diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum.
Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat
menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat
penting, mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya.
Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun pemasok,
pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu
bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis
dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika
tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis
maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak
langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya
dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam
hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari
pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan
pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha
melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti
hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya
menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran
terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena
batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan
yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak
memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral, atau dapat disebut sebagai seperangkat
aturan, norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus
dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau
segolongan masyarakat atau profesi.
Dalam menciptakan etika bisnis, beberapa
perilaku yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri,
pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep
pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Moral merupakan sesuatu yang mendorong
orang untuk melakukan kebaikan, sehingga mampu menciptakan kegiatan bisnis yang
seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha
golongan keatas. Moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan
budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh
ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Etika
bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela
dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang
seimbang, selaras, dan serasi.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan
pada para pelaku bisnis untuk benar-benar memperhatikan tentang perilaku etika
bisnis, agar kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, seiring
dan saling membutuhkan, serta memberikan kepuasan dan tidak mengecewakan para
konsumen.
Sumber
:
Ø dian.staff.gunadarma.ac.id/.../ETIKA+PROFESI+%281%29.pdf
Ø renny.staff.gunadarma.ac.id/.../Modul+Etika+Profesi+Akuntansi.doc