Asal usul karate berasal dari seni
beladiri tinju Cina diciptakan oleh Darma, guru Budha yang Agung, manakala
tengah bermeditasi di Biara Shorinji, Mt-Sung, Provinsi Henan, Cina Generasi
Darma selanjutnya menyebut bela diri ini dengan nama Shorinji Kempo yang
berakar di Okinawa melalui kontaknya dengan Cina pada medio abad ke-14.
Lahirnya karate sebagai seni bela diri diketahui pada abad ke – 19 adalah
Matsumara Shukon seorang prajurit samurai. Menurut sejarah sebelum menjadi
bagian dari jepang, Okinawa adalah suatu wilayah berbentuk kerajaan yang bebas
merdeka.
Pada waktu itu Okinawa mengadakan
hubungan dagang dengan pulau – pulau tetangga. Salah satu pulau tetangga yang
menjalin hubungan kuat adalah Cina. Hasilnya Okinawa mendapatkan pengaruh yang
kuat akan budaya Cina. Sebagai pengaruh pertukaran budaya itu banyak
orang-orang Cina dengan latar belakang yang berbeda-beda datang ke Okinawa
mengajarkan bela dirinya pada orang-orang setempat. Sebaliknya orang-orang
Okinawa juga banyak yang Hijrah ke Cina sekembalinya ke Okinawa mengajarkan
ilmu yang sudah didapatkan di Cina.
Pada tahun 1477 Raja Soshin Nagamine
di Okinawa memberlakukan larangan pemilikan senjata bagi golongan pendekar.
Tahun 1608 kelompok Samurai Satsuma di pimpin oleh Shimazu Lehisa masuk ke
Okinawa dan tetap meneruskan larangan ini. Bahkan pengadilan Bakhucon juga
menghukum bagi orang yang melanggar larangan sebagai tindak lanjut atas
peraturan ini orang-orang Okinawa berlatih Okinawa te (begitu mereka
menyebutnya) dan Ryuku Kobudo (Seni senjata) secara sembunyi-sembunyi mereka
berlatih.
Tiga aliranpun muncul masing-masing
memiliki ciri khas yang namanya sesuai dengan daerah asalnya, yaitu : Tomori,
Shuri, dan Naha. Namun demikian pada akhirnya Okinawa te mulai diajarkan ke
sekolah-sekolah tidak lama setelah itu Okinawa menjadi bagian dari Jepang,
membuka jalan bagi karate masuk ke Jepang. Gichin Funakoshi sebagai instruktur
pertama ditunjuk mengadakan demonstrasi karate di luar Okinawa bagi orang-orang
Jepang. Gichin Funakoshi sebagai Bapak Karate dunia dilahirkan di Shuri,
Okinawa, pada tahun 1868. Gichin Funakoshis belajar karate pada Azato dan
Itosu.
Setelah berlatih begitu lama, pada
tahun 1916 Gitchin Funakoshi di undang ke Jepang untuk mengadakan demonstrasi
di Butokukai yang merupakan pusat dari seluruh bela diri Jepang saat itu.
Selanjutnya pada tahun 1921, Putra Mahkota yang kelak akan menjadi kaisar
Jepang datang ke Okinawa dan meminta Gichin Funakoshi untuk demonstrasi karate.
Bagi Gichin Funakoshi undangan ini sangat besar artinya karena demonstrasi itu
dilakukan di arena istana Shuri. Setelah demonstrasinya yang kedua di Jepang,
Gichin Funakoshi seterusnya tinggal di Jepang selama di Jepang pula Gichin
Funakoshi banyak menulis buku-bukunya yang terkenal hingga sekarang seperti
“Ryukyu Kempo : Karate” dan “Karate Kyoan”.
Sejak saat itu klub-klub karate terus
bermunculan baik di sekolah dan Universitas. Gichin funakoshi selain ahli
karate juga pandai dalam sastra dan kaligrafi. Nama Shotokan diperolehnya sejak
kegemarannya mendaki gunung Torao (yang berarti ekor harimai). Dimana dari sana
terdapat banyak pohon cemara tertiup angin yang bergerak seolah gelombang yang
memecah dipantai. Terinspirasi oleh hal itu Gichin funakoshi menulis sebuah
nama “Shoto” sebuah nama yang berarti kumpulan cemara yang bergerak seolah
gelombang, dan “Kan” yang berarti ruang atau balai utama tempat murid-muridnya
berlatih.
Simbol harimau yang digunakan karate
shotokan yang dilukis oleh Hoan Kosugi (Salah satu murid pertama Gichin
Funakoshi), mengarah kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna
bahwa “Harimau tidak pernah tidur”. Digunakan dalam karate Shotokan karena
bermakna kewaspadaan dari harimau yang sedang terjaga dan juga ketenangan diri
pikiran yang damai yang dirasakan Gichin Funakoshi ketika sedang mendengarkan
suara gelombang pohon cemara dari atas Gunung Torao.
Sekalipun Gichin Funakoshi tidak
pernah memberi nama pada aliran karatenya, murid-muridnya mengambil nama itu
untuk dojo yang didirikannya di Tokyo sekitar tahun 1936 sebagai penghormatan
pada sang guru. Shotokan adalah karate yang mempunyai ciri khas beragam teknik
pukulan, tendangan dan lompatan, gerakan yang ringan dan cepat. Gichin
Funakoshi percaya bahwa akan membutuhkan waktu seumur hidup untuk berlatih
menguasai untuk penekanan fisik dan bela diri.
Gichin Funakoshi mempertegas
keyakinannya bahwa karate adalah sebuah seni. Selanjutnya Gicin Funakoshi
menjelaskan makna kata “kara” pada karate mengarah kepada sifat kejujuran,
rendah hati dari seseorang. Walaupun demikian sifat kesatria tetap tertanam
dalam kerendahan hatinya, demi keadilan berani maju sekalipun berjuta lawan
tengah menunggu.
Sejarah Karate di Indonesia
Masuknya karate ke tanah air
dipelopori oleh Mahasiswa Indonesia yang sudah menyelesaikan studinya di
Jepang. Baud Adikusumo, Muchtar dan Karyanto mendirikan dojo yang
memperkenalkan aliran Shotokan. Dojo ini didirikan di Jakarta, tahun 1963.
Tahun- berikutnya mereka membentuk suatu wadah yang saat itu disebut PORKI
(Persatuan Olahraga Karate Indonesia).
Kemudian datang pula
mahasiswa Indonesia yang juga telah belajar di Jepang seperti Setyo Haryono.
Anton di Lesiangi, Chairul Taman dan Sabeth Muchsin, Marcus Basuki yang juga
mengembangkan karate tanah air. Perkembangan karate tanah air juga mencatat kedatangan
ahli-ahli karate Jepang yang datang ke tanah air, antara lain Masatoshi
Nakayama Shotokan , Oishi Shotokan, Nakamura Shotokan, Kawawada shotokan,
Matsusaki Kushinryu, Masutatsu Oyama Kyokushinryu, Ishilshi Gojuryu dan Hayashi
Shitoryu.
Melihat dan antusiasme
menyebabkan karate tumbuh pesat di tanah air yang dapat dilihat dari banyaknya
organisasi karate. Namun demikian karena ketidakcocokan para tokoh, akhirnya
PORKI mengalami perpecahan. Pada akhirnya, dilandasi dengan itikad baik untuk
bersatu dan keinginan bersama untuk mengembangkan karate, para tokoh karate
sepakat untuk membentuk wadah baru yang brnama FORKI (Federasi Olahraga Karate
Do Indonesia) tahun 1972. Karena semakin dikenal diseluruh Indonesia.
Mereka mengembangkan karate
dengan mendirikan perguruan. Dengan semakin besarnya pengaruh karate di
Indonesia akhirnya diubahlah nama PORKI (Federasi Olahraga Karate Do Indonesia)
menjadi FORKI (Federasi Olahraga Karae Indonesia) yang merupakan induk
organisasi semua perguruan karate di Indonesia. FORKI (Federasi Olahraga
Karate-Do Indonesia) yang sekarang menjadi perwakilan WKF (Wordl Karate
Federation) untuk Indonesia. Dibawah bimbingan FORKI, para Karateka Indonesia
dapat berlaga di forum Internasional terutama yang disponsori oleh WKF.
Falsafah Karate
a)
Rakka (Bunga yang berguguran)
Ia adalah konsep bela diri atau
pertahanan di dalam karate. Ia bermaksud setiap teknik pertahanan itu perlu
dilakukan dengan bertenaga dan mantap agar dengan menggunakan satu teknik pun
sudah cukup untuk membela diri sehingga diumpamakan jika teknik itu dilakukan
ke atas pokok, maka semua bunga dari pokok tersebut akan jatuh berguguran.
Contohnya jika ada orang menyerang dengan menumbuk muka, si pengamal karate
boleh menggunakan teknik menangkis atas. Sekiranya tangkisan atas itu cukup
kuat dan mantap, ia boleh mematahkan tangan yang menumbuk itu. Dengan itu tidak
perlu lagi membuat serangan susulan pun sudah cukup untuk membela diri.
b)
Mizu No Kokoro (Minda itu seperti air)
Konsep ini bermaksud bahwa untuk
tujuan bela diri, minda (pikiran) perlulah dijaga dan dilatih agar selalu
tenang. Apabila minda tenang, maka mudah untuk pengamal bela diri untuk
mengelak atau menangkis serangan. Minda itu seumpama air di danau. Bila bulan
mengambang, kita akan dapat melihat bayangan bulan dengan terang di danau yang
tenang. Sekiranya dilontar batu kecil ke danau tersebut, bayangan bulan di
danau itu akan kabur.
“Sekian Dan Semoga Bermanfaat”
Referensi : http://www.karatepondsel.wap.sh/converted.html