Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat
kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua
kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan
dalam literatur adalah dari kelompok
pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized
Entropy(GE),ukuranAtkinson,dan Koefisien Gini. Yang paling sering dipakai
adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1.
·
Bila 0 :
kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan)
·
Bila 1 : ketidak
merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz.
Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva
lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketida kmerataan
distribusi pendapatan.
·
Ketimpangan
dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar
antara 0,71-1,0.
·
Ketimpangan
dikatakan tinggi dengan nilai koefisien
gini 0,5-0,7.
·
Ketimpangan
dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
·
Ketimpangan
dikatakan rendah dengan nilai koefisien
gini antara 0,2-0,35.
Selain
alat ukur diatas, cara pengukuran
lainnya yang juga umum digunakan,
terutama oleh
Bank
Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group :
·
40%pendudukdenganpendapatanrendah,
·
40%pendudukdenganpendapatanmenengah,
·
20%penduduk
dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, ketidak merataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk
dengan pendapatan rendah.
Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan
dalam distribusi yaitu :
·
Pendapatan
dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah
menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.
·
Tingkat
ketidak merataan sedang, apabila
kelompok tersebut menerima 12% sampai17%darijumlahpendapatan.
·
Sedangkan
ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih
besardari17%darijumlahpendapatan.
Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan
hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan
Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang
dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum
makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per
hari. Sedangkan pengeluaran
kebutuhan minimum bukan
makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang
dan jasa.
BPS
menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)
Basic
Needs Appoarch merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS,
kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar.
2. Pendekatan Head Count Index
Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan
kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada
di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari
kebutuhan minimum makanan dan
non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen,
yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan nonmakanan (nonfoodline).
“Sekian dan Semoga Bermanfaat”
Sumber:
Ø https://andinurhasanah.wordpress.com/2012/11/08/kemiskinan-dan-kesenjangan/
Ø http://citrariski.blogspot.com/2011/02/beberapa-indikator-kesenjangan-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar