Ekonomi Perang Masa Pendudukan Jepang - Pada jaman
pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita. Lemahnya ekonomi
rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami
kekalahan dari Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi
menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi
perang.
Langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah
merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi dan
komunikasi. Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak
milik Jepang, seperti perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik,
perusahaan-perusahaan, telekomunikasi dan lainlain.
Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam
melakukan serangan ke luar negaranya tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan
ekonomi pemerintah pendudukan Jepang diprioritaskan untuk kepentingan perang.
Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang dianggap sebagai barang kenikmatan dan
kurang bermanfaat bagi kepentingan perang diganti dengan tanaman penghasil
bahan makanan dana tanaman jarak untuk pelumas.
Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo
dilaksanakan secara konsekuen dalam wilayah yang diduduki oleh angkatan
perangnya. Setiap lingkungan daerah harus melaksanakan autarki (berdiri di atas
kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17
lingkungan autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang
diperintah Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena
dengan sistem desentralisasi maka Jawa merupakan bagian daripada “Lingkungan.
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” mempunyai dua tugas, yakni:
1. memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan,
2. mengusahakan produksi barang- barang untuk
kepentingan perang.
Seluruh kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang
untuk biaya perang. Bahan makanan dihimpun dari rakyat untuk persediaan
prajurit Jepang seharihari, bahkan juga untuk keperluan perang jangka panjang.
Beberapa tindakan Jepang dalam memeras sumber daya
alam dengan cara-cara berikut ini :
·
Petani wajib
menyetorkan hasil panen berupa padi dan jagung untuk keperluan konsumsi militer
Jepang. Hal ini mengakibatkan rakyat menderita kelaparan.
·
Penebangan hutan
secara besar-besaran untuk keperluan industri alat-alat perang, misalnya kayu
jati untuk membuat tangkai senjata. Pemusnahan hutan ini mengakibatkan banjir
dan erosi yang sangat merugikan para petani. Di samping itu erosi dapat
mengurangi kesuburan tanah.
·
Perkebunan-perkebunan
yang tidak ada kaitannya dengan keperluan perang dimusnahkan, misalnya
perkebunan tembakau di Sumatera. Selanjutnya petani diwajibkan menanam pohon
jarak karena biji jarak dijadikan minyak pelumas mesin pesawat terbang.
Akibatnya petani kehilangan lahan pertanian dan kehilangan waktu mengerjakan
sawah. Sedangkan untuk perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan karet tidak
dimusnahkan karena tanaman ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
·
Penyerahan
ternak sapi, kerbau dan lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian ternak dipotong
secara besar-besaran untuk keperluan konsumsi tentara Jepang. Hal ini
mengakibatkan hewan-hewan berkurang padahal diperlukan untuk pertanian, yakni
untuk membajak. Dengan dua tugas inilah maka serta kekayaan pulau Jawa menjadi
korban dari sistem ekonomi perang pemerintah pendudukan Jepang.
Cara yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha
ini dengan bujukan, tetapi apabila tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk
menarik simpati penduduk, Jepang mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan
pekerja yang dihormati atau prajurit ekonomi. Mereka digambarkan sebagai orang
yang sedang menunaikan tugas sucinya untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.
Sedangkan panitia pengerah Romusha disebut
Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para pamong praja dan pegawai rendahan juga
melakukan kerja bakti sukarela yang disebut Kinrohoshi. Pemimpin-pemimpin
Indonesia membantu pemerintah Jepang dalam kegiatan Romusha ini. Bung Karno
memberi contoh berkinrohonsi (kerja bakti), Bung Hatta memimpin Badan Pembantu
Prajurit Pekerja atau Romusha. Ali Sastroamijoyo, S.H. mempelopori pembaktian
barang-barang perhiasan rakyat untuk membantu biaya perang Jepang
“Sekian dan Semoga Bermanfaat”
Sumber:
Ø http://www.gurusejarah.com/2015/01/ekonomi-perang-masa-pendudukan-jepang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar