Bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia,
sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah
membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar
internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan
dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini,
adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri
yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah
industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya
kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang
wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi
juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta
profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus
mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang
punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor
industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman
struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh
di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan
daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong
tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai
baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro,
industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis industri
manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat
nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya
saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan
daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu
pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan
prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.
Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang
merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing.
Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan
berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti
daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan
dan pengangguran.
Startegi pelaksanaan industrialisasi
1. Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri
berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang
menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan.
Pertimbangan menggunakan strategi
ini:
·
Sumber daya alam
& Faktor produksi cukup tersedia
·
Potensi
permintaan dalam negeri memadai
·
Sebagai
pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
·
Kesempatan kerja
menjadi luas
·
Pengurangan
ketergantungan impor, shg defisit berkurang’
2. Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional
dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan
bersaing.
Rekomendasi agar strategi ini dapat
berhasil :
·
Pasar harus
menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang yang
bisa baik pasar input maupun output.
·
Tingkat proteksi
impor harus rendah.
·
Nilai tukar
harus realistis.
·
Ada insentif
untuk peningkatan ekspor.
“Sekian dan Semoga Bermanfaat”
Sumber:
Ø http://lisnaaswida.blogspot.com/2011/03/industrialisasi-1.html
Ø http://hervinaputri.blogspot.com/2011/03/industrialisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar