Kendala bagi pertumbuhan industri di dalam negeri
adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin
produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas
dan efisiensi.
Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan
daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah
mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan
Produk Dalam Negeri.
Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi
pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di
antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014,
Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen
dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen.
Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian
membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi
acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan
ASEAN Economic Community.
Agar siap menghadapi itu semua, menurut Ketua
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan daya saing
menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat pemerintah
lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh diabaikan.
Industri
manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
1. Keterbatasan teknologi.
2. Kualitas Sumber daya Manusia.
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan
sektor swasta.
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga
pendidikan & penelitian masih rendah.
“Sekian dan Semoga Bermanfaat”
Sumber:
Ø http://lisnaaswida.blogspot.com/2011/03/industrialisasi-1.html
Ø http://hervinaputri.blogspot.com/2011/03/industrialisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar